LIMA KAWASAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
LIMA KAWASAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
By : Mohammad Syamsul Arifin
NIM : 2014138200145
Mata Kuliah : TP PAI
Mata Kuliah : TP PAI
STAINIM SIDOARJO
Deskripsi
masing-masing kawasan
A. Kawasan desain
Dalam
hal tertentu, kawasan desain mempunyai asal-usul dari gerakan psikologi
pembelajaran. Beberapa faktor pemicunya adalah: 1) artikel tahun 1954 dari B.F.
Skinner “The Science of Learning and theArt of
Teaching” disertai teorinya
tentang pembelajaran berprogram; 2) buku tahun 1969 dari Herbert
Simon “The Science of ial” yang membahas karakteristik umum dari pengetahuan prespektif
tentang desain; dan 3) pendirian pusat-pusat desain bahan pelajaran dan
terprogram, seperti “Learning Resouce and opment Center” di Universitas
Pittsburgh pada tahun 1960an. kurun waktu tahun 1960an dan 1970an Robert
Glaser, direktur dari pusat tersebut, menulis dan berbicara tentang desain
pembelajaran sebagai inti dari teknologi pendidikan (Glaser, 1976). Banyak
landasan psikologi pembelajaran dari kawasan desain berkembang dari asosiasi
dengan Pittsburgh ini. Hal ini bukan hanya karena Pittsburg pakan tempat
tinggal Simon, Glaser dan Pusat Pengembangan, tetapi juga karena makalah
Skinner yang berpengaruh tersebut di atas dipresentasikan pertama kali di
Pittsburgh sebelum kemudian dipublikasikan pada tahun tersebut (Spencer, 1988).
Desain
adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk
menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro. seperti program dan
kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul. Definisi ini
sesuai dengan definisi desain sekarang yang mengacu pada penentuan spesifikasi
(Ellington dan Harris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986). Berbeda dengan
definisi terdahulu definisi ini lebih menekankan pada kondisi belajar bukarinya
pada komponen-komponen dalam suatu sistem pembelajaran (Wellington, etal.1970).
Jadi, ruang lingkup desain pembelajaran telah diperluas dan sumber belajar atau
komponen individual sistem ke pertimbangan maupun lingkungan yang sistemik.
Tessmer (1990) telah mehganalisis faktor-faktor, pertanyaan-pertanyaan serta
alat-alat yang digunakan untuk mendesain lingkungan.
Kawasan
desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek.
Cakupan ini dapat diidentifikasi karena masuk dalam lingkup pengembangan
penelitian dan teori. Kawasan desain meliputi: (1)desain sistem pembelajaran;
(2) desain pesan; (3) strategi pembelajaran dan (4) karakteristik pebelajar.
Definisi dan deskripsi dari masing-masing daerah liputan tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Desain Sistem Pembelajaran.
Desain
Sistem Pembelajaran (DSI) adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi
langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan
penilaianan pembelajaran. Kata “desain” mempunyaipengertian tingkat makro
maupun mikro karena merujuk padapendekatan sistem maupun langkah-langkah dalam
pendekatan sistem. Setiap langkah dalam proses mempunyai landasan teori dan
praktek sendiri seperti halnya pada semua proses DSI. Dalam istilah yang
sederhana, penganalisaan adalah proses perumusan apa yang akan dipelajari;
perancangan adalah proses penjabaran bagaimana caranya hal tersebut akan
dipelajari; pengembangan adalah proses penulisan dan pembuatan atau produksi
bahan-bahan pembelajaran; pelaksanaan adalah pemanfaatan bahan dan strategi
yang bersangkutan, dan penilaian adalah proses penentuan ketepatan
pembelajaran. DSI biasanya merupakan suatu prosedur linier dan interaktif yang
menuntut kecermatan dan kemantapan. Karakteristik dari proses ini yalah bahwa
semua langkah harus tuntas agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling
mengontrol. Dalam DSI, proses sama pentingnya dengan produk sebab kepercayaan
atas produk berlandaskan pada proses.
2.
Desain Pesan.
Desain
pesan meliputi “perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan”
(Grabowski, 1991 : 206). Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian,
persepsi dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan agar
terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming and Levie (1993)
membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku
kognitif. afektif dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan tingkat paling
mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar
secara terpisah. Karakteristik lain dari desain pesan ialah bahwa desain harus
bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini
mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung pada
apakah medianya bersifat statis, dinamis atau kombinasi dari keduanya
(misalnva, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas
tersebut meliputi pembentukan konsep atau sikap, pengembangan keterampilan atau
strategi belajar, atau hafalan (Fleming, 1987; Fleming dan Levie, 1993).
3.
Strategi Pembelajaran.
Strategi
Pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa
belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. Penelitian dalam
Strategi Pembelajaran telah memberikan kontribusi terhadap pengetahuan tentang
komponen pembelajaran. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen
strategi pembelajaran sebagai prinsip pembelajaran. Secara khas, strategi
pembelajaran berinteraksi dengan situasi belajar. Situasi-situasi belajar ini
sering dinyatakan dalam model-model pembelajaran. Model pembelajaran maupun
strategi pembelajaran yang diperlukan untuk mengaplikasikannya berbeda-beda tergantung
pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang diinginkan (Joyce dan
Weil, 1972; Merrill, Tennyson, dan Posey, 1992; Reigeluth, 1978a). Teori
tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar, seperti belajar
induktif, serta komponen dari proses belajar/mengajar, seperti motivasi dan
elaborasi (Reigeluth, 1978b).
4.
Karakteristik Pebelajar.
Karakteristik
pebelajar adalahzgi-segi latar belakang pengalaman pebelajar yang berpengaruh
terhadap efektivitas proses belajarnya. Penelitian mengenai
karakteristik pebelajar sering tumpang tindih dengan penelitian strategi
belajar, akan tetapi hal itu dilakukan dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk
menjelaskan segi-segi latar belakang pebelajar yang perlu diperhitungkan dalam
desain. Penelitian mengenai motivasi merupakan suatu contoh tumpang
tindih tersebut. Lingkup strategi pembelajaran menggunakan penelitian tentang
motivasi untuk menentukan desain komponen pembelajaran. Lingkup
karakteristik pebelajar menggunakan penelitian tentang motivasi untuk
mengidentifikasi variabel-variabel yang harus diperhitungkan dan untuk
menentukan bagaimana caranya hal-hal tersebut harus diperhitungkan. Oleh sebab
itu, karakteristik pebelajar mempengaruhi komponen pembelajaran yang diteliti
dalam ruang lingkup strategi pembelajaran. Hal tersebut berinteraksi bukan saja
dengan strategi tetapi juga dengan situasi atau konteks dan isi (Bloom, 1976;
Richey, 1992).
B. Kawasan pengembangan
Pengembangan
adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan
pengembangan mencakup banyak variasi teknologi
yang digunakan dalam pembelajaran. Walaupun demikian,
tidak berarti lepas dari teori dan praktek yang berhubungan dengan belajar dan
desain. Tidak pula kawasan tersebut berfungsi bebas dari penilaian, pengelolaan
atau pemanfaatan. Melainkan timbul karena dorongan teori dan desain dan harus
tanggap terhadap tuntutan penilaian formatif dan praktek. Pemanfaatan serta
kebutuhan pengelolaan. Begitu pula, kawasan pengembangan tidak hanya terdiri
dari perangkat keras pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya,
bahan-bahan visual dan audio, serta program atau paket yang merupakan paduan
berbagai bagian.
Di
dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi
dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun strategi pembelajaran. Pada
dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya:
·
pesan yarig didorong oleh isi;
·
strategi pembelajaran yang didorong oleh teori; dan
·
manifestasi ilsik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak dan bahan
pembelajaran.
Ciri
yang terakhir ini, yaitu teknologi. merupakan tenaga penggerak dari kawasan
pengembangan. Berangkat dari asumsi ini, kita dapat merumuskan dan menjelaskan
berbagai jenis media pembelajaran dan karakteristiknya. Akan tetapi, janganlah
proses ini diartikan hanya sebagai suatu pengkategorisasian. Sebaliknya,
sebagai elaborasi dari karakteristik prinsip-prinsip teori dan desain yang
dimanfaatkan oleh teknologi.
Kawasan
pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori: (1) teknologi cetak
(yang menyediakan landasan untuk katego-ri yang lain), (2) teknologi
audiovisual, (3) teknologi berbasis komputer, dan ( 4) teknologi terpadu.
Karena kawasan pengembangan mencakup fungsi-fungsi desain, produksi, dan
penyampaian, maka suatu bahan dapat didesain dengan menggunakan satu jenis
teknologi, diproduksi dengan menggunakan yang lain, dan disampaikan dengan menggunakan
yang lain lagi. Deskripsi masing-masing cakupan dari kawasan pengembangan
sebagai berikut.
1.
Teknologi Cetak.
Teknologi
cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan. seperti buku-buku
dan bahan-bahan visual yang statis. terutama melalui proses pencetakan mekanis
atau fotografis. Subkategori ini mencakup representasi dan produksi teks,
grafis. dan fotografis. Bahan cetak dan bahan visual ggunakan teknologi yang
paling dasar dan membekas. Teknologi menjadi dasar untuk pengembangan dan
pemanfataan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil dari teknologi ini
berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan
teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut tak dalam bentuk
“cetakan” guna keperluan pembelajaran, ini merupakan contoh penyampaian dalam
bentuk teknologi cetak.
Dua
komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan bahan visual. Pengembangan
kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat bergantung pada teori persepsi
visual, teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia, dan teori belajar.
Bahan pembelajaran yang tertua dan masih lazim, terdapat dalam bentuk buku teks
dimana impresi sensoris menggambarkan realita melalui ungkapan wahana
linguistik dan bahan visual cetak. Efektivitas relatif dari berbagai derajat
kenyataan yang berbeda ditiinjukkan oleh sejumlah teori yang saling
bertentangan (Dwyer, 1972; 1978). Dalam bentuknya yang paling murni, media
visual dapat membawakan pesan yang lengkap, akan tetapi pada kenyataannya
tidaklah selalu demikan yang terjadi dalam kebanyakan proses pembelajaran.
Sering, kombinasi informasi berupa teks dan visual perlu diberikan. Cara
bagaimana informasi cetak dan visual diorganisasikan dapat sangat membantu
terjadinya jenis belajar yang diinginkan. Pada tingkat yang paling dasar. buku
teks yang sederhana dapat menyajikan informasi yang diorganisasikan secara
berurutan, dan dengan sangat mudah dapat dilacak secara acak. Teknologi cetak
yang lain seperti pembelajaran terprogram, dikembangkan berdasarkan ketentuan
teoritis dan strategi pembelajaran yang lain. Secara khusus teknologi
cetak/visual mempunyai karakteristik seperti berikut:
·
teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang;
·
keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif (hanya
menerima);
·
keduanya berbentuk visual yang starts;
·
pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan
persepsi visual;
·
keduanya berpusat pada Pebelajar; dan
·
informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
2.
Teknologi Audiovisual.
Teknologi
audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan
menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio
dan visual. Pembelajaran audiovisual dapat dikenal dengan mudah karena
menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audiovisual
memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan
visual yang berukuran besar. Pembelajaran audiovisual didefinisikan sebagai
produksi dan pemanfaatan bahan yang menyangkut pembelajaran melalui penglihatan
dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung kepada
pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis. Secara khusus, teknologi
audiovisual memproyeksikan bahan, seperti gambar hidup, pemutaran kembali
suara, dan penayangan visual yang berukuran besar. Pembelajaran audiovisual
didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang menyangkut
pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak
selalu harus tergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi audiovisual memproyeksikan bahan, seperti 11m, film
bingkai dan transparansi. Akan tetapi, televisi merupakan suatu teknologi yang
unik, karena dapat menjembatani teknologi audiovisual ke teknologi komputer dan
teknologi terpadu. Video, manakala diproduksi dan disimpan sebagai pita video,
jelas nerupakan audiovisual karena sifatnya yang linier dan biasanya
dimaksudkan untuk memberikan presentasi secara ekspositori darpada iccara interaktif.
Apabila informasi video direkam dalam cakram video (videodisc), maka informasi
tersebut dapat diakses secara acak dan lebih menampilkan sifat-sifat teknologi
komputer dan terpadu, yaitu tidak linier, dapat diakses secara acak dan
dikendalikan oleh pebelajar. Secara khusus. teknologi audiovisual cenderung
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
·
bersifal linier;
·
menampilkan visual yang dinamis;
·
secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh
desainer/pengembang;
·
cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang nil dan
abstrak;
·
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif;
dan
·
sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interak-tivitas belajar Pebelajar.
3.
Teknologi berbasis Komputer.
Teknologi
berbasis komputer nerupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan iengan
menggunakan perangkal yang bersumber pada mikro-jrosesor. Teknologi berbasis
komputer dibedakan dari teknologi lain carena memimpan informasi secara
elektronis dalam bentuk digital, jukannya sebagai bahan cetak atau visual. Pada
dasamva, teknologi jerbasis komputer menampilkan informasi kepada pebelajar
melalui :ayangan di layar monitor Berbagai jenis aplikasi komputer biasanya
lisebut “computer-based
instruction (CBIJ, computer-assisted
instruction (CAI)” atau “computer-managed instruction (CMI)”. Aplikasi-aplikasi
ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajarah
terprogram, akan tetapi sekarang lebili banyak berlandaskan pada teori
kognitif. (Jonassen, 1988). Jelasnya, ke empat bentuk aplikasi tersebut dapat
bersifat tutorial, di mana pembelajaran utama diberikan; latihan dan
perulangan, untuk membantu Pebelajar mengembangkan kefasihan dalam bahan yang
telah dipelajari sebelumnya; permainan dan simulasi, untuk member! kesempatan
menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan sumber data yang memungkinkan
pebelajar untuk mengakses sendiri susunan data yang banyak menggunakan tata-cara
pengaksesan (protocol) data yang ditentukan secara ekstemal. Teknologi
komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak, biasanya
memiliki karakteristik seperti berikut ini:
digunakan
secara acak atau tidak benirutan, di samping secara linier;
dapat
digunakan sesuai dehgan keingjnan Pebelajar, maupun menurut cara yang dirancang
oleh desainer/pengembang;
gagasan-gagasan
biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun
grafis;
prinsip-prinsip
ilmu kognitif diterapkan selama pengem-bangan; dan
belajar
dapat berpusat pada pebelajar dengan tingkat inter-aktivitas yang tinggi.
4.
Teknologi Terpadu.
Teknologi
terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan
memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Banyak orang percaya
bahwa teknik yang paling rumit untuk pembelajaran melibatkan perpaduan beberapa
jenis media di bawah kendali sebuah komputer. Komponen perangkat keras dari
sistem yang terpadu ini dapat terdiri dari komputer berkemampuan sangat tinggi
dengan memori besar yang dapat mengakses secara acak, sebuah “internal hard
drive”, dan sebuah monitor wama beresolusi tinggi. Peralatan periferal
(pelengkap luar) komputer mencakup: alat pemutar video, alat penayangan tambahan,
perangkat keras jaringan (networking), serta sistem audio. Perangkat lunak dari
teknologi terpadu ini dapat berupa disket video, “compact disk”, program
jaringan, serta informasi digital. Kesemuanya ini dapai
dkendalikan dalam suatu program belajar hipermedia yang dijalankan
dengan menggunakan sistem thoring’ seperti “HyperCard” atau “Toolbook?’.
Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini adanya interaktivitas
pebelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
Pembelajaran
dengan teknologi terpadu ini
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
dapat
digunakan secara acak atau tidak berurutan, di samping secara linier;
dapat
digunakan sesuai dengan keinginan Pebelajar, di samping menurut cara seperti
yang dirancang oleh pengembangnya;
gagasan-gagasan
sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman Pebelajar, relevan
dengan kondisi Pebelajar, dan di bawah kendali Pebelajar;
prinsip-prinsip
ilmu kognitif dan ‘konstruktivisme’ diterapkan dalam pengeinbangan dan
pemanfaatan bahan pembelajaran;
belajar
dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga
pengetahuan terbentuk pada saat digunakan;
bahan
belajar menunjukkan interaktivitas pebelajar yang tinggi:
sifat
bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan tamsil dari banyak sumber media.
C. Kawasan pemanfaatan
Pemanfaatan
adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang
terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung-jawab untuk mencocokkan
pebelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pebelajar agar
dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan
bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai
pebelajar, serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Fungsi
pemanfaatan penting karena membicarakan kaitan pebelajar dengan bahan atau
sistem pembelajaran. Jelas fungsi ini sangat kritis karena penggunaan oleh
pebelajar merupakan satu-satunya raison d’etre dari bahan pembelajaran. Mengapa
kita hams bersusah-payah dengan pengadaan dan pembuatan bahan apabila tidak
akan digunakan ? Kawasan pemanfaatan ini mempunyai jangkauan aktivitas dan
strategi mengajar yang luas.
Dengan
demikian pemanfaatan menuntut adanya penggunaan, deseminasi. difusi,
implementasi, dan pelembagaan yang sistematis. Hal tersebut dihambat oleh
kebijakan dan peraturan. Fungsi pemanfaatan penting karena fungsi ini
memperjelas hubungan pebelajar dengan bahan dan sistem pembelajaran. K.e empat
kategori dalam kawasan pemanfaatan ialah : (1) pemanfaatan media, (2) difusi
inovasi, (3) implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan), (4) serta
kebijakan dan regulasi.
1.
Pemanfaatan Media.
Pemanfaatan
media ialah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Proses
pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada
spesiflkasi desain pembelajaran. Misalnya, bagaimana suatu film diperkenalkan
atau “ditindak lanjuti” dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang
diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik
pebelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan
visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber
belajar.
2.
Difusi Inovasi.
Difusi
inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan
tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya
perubahan. Tahap pertama dalam proses ini ialah membangkitkan kesadaran melalui
desiminasi informasi. Proses tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran.
minat, pencobaan dan adopsi. Menurut Rogers (1983) langkah-langkah difusi
tersebut adalah pengetahuaii, persuasi atau bujukan, keputusan, implementasi,
dan konfirmasi. Secara khas, proses tersebut mengikuti model proses komimikasi
yang menggunakan alur multi-langkah termasuk komunikasi yang menggunakan
“gatekeepers” atau penjaga lalu-lintas informasi. misalnya: sekretaris,
perantara. dan “opinion leaders” atau tokoh panutan.
3.
Implementasi dan Pelembagaan.
Implementasi
yalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang
sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan ialah penggunaan
yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau
budaya organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun
organisasi. Akan tetapi. tujuan dari implementasi ialah menjamin penggunaan
yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedang tujuan dari pelembagaan ialah
untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi.
Kegagalan yang silam dari projek Teknologi Pembelajaran seperti komputer dan
televisi pembelajaran di sekolah. menekankan pentingnya perencanaan baik untuk
perubahan individu maupun untuk perubahan organisasi (Cuban, 1986).
4.
Kebijakan dan Regulasi.
Kebijakan
dan regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang
mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi Pembelajaran.
Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi.
Keduanya timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok dalam maupun luar. Dampak pengaruh tersebut lebih pada praktek dan
pada teori. Bidang Teknologi Pembelajaran telah ikut berjasa dalam penentuan
kebijakan tentang televisi pembelajaran dan televisi masyarakat. hukum hak
cipta, standar peralatan dan program serta pembentukan unit administrasi yang
mendukung Teknologi Pembelajaran.
D. Kawasan pengelolaan
Konsep
pengelolaan merupakan bagian integral dalam bidang teknologi Pembelajaran dan
dari peran kebanyakan para teknolog pembelajaran. Secara perorangan tiap ahli
dalam bidang ini dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam
berbagai latar. seorang teknolog pembelajaran mungkin terlibat dalam usaha
pengelolaan projek pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media
sekolah. Tujuan yang sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat
sangat bervariasi, namun keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relatif
tetap sama apapun kasusnya.
Kawasan
pengelolaan semula berasal dari administrasi pusat media, program media dan
pelayanan media Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat
dan ahli perpustakaan media sekolah. Program-program media sekolah ini
menggabungkan bahan cetak dan non-cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan
sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely
menulis buku Media Personnel in Education: A Competency Approach yang
menekankan bahwa administrasi program media memegang peran sentral dalam
khasanah teknologi pembelajaran. Definisi AECT tahun 1977 membagi fungsi
pengelolaan dalam pengelolaan organisasi dan pengelolaan personil, seperti
halnya yang dilakukan oleh para administrator dari program dan pusat media.
Pengelolaan
meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran ilalui perencanaan.
pengorganisasian. pengkoordinasian dan supervisi. Pengelolaan biasanya
merupakan hasil dari penerapan atu sistem nilai. Kerumitan dalam mengelola
berbagai macam sumber, personil, usaha desain maupun pengembangan akan semakin
meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah sekolah atau bagian kantor yang
kecil menjadi kegiatan pembelajaran berskala nasional atau menjadi perusahaan
multi-nasional dengan skala global. terlepas dari besamya program atau proyek
Teknologi Pembelajaran yang ditangani. salah satu kunci keberhasilan yang
esensial adalah pengelolaan. Perubahan jarang terjadi hanya pada tingkat
pembelajaran yang mikro. Untuk menjamin keberhasilan dari tiap intervensi
mbelajaran, proses perubahan perilaku kognitif maupun afektif harus terjadi
bersamaan dengan perubahan pada tingkat makro. Para anager program dan projek
Teknologi Pembelajaran yang mencari mber tentang cara bagaimana merencanakan
dan mengelola berbagai model perubahan pada tingkat makro, pada umumnya akan
mengalami kekecewaan. (Greer, 1992; Hannum dan Hansen, 1989; smiszowski, 1981
).
Secara
singkat. ada empat kategori dalam kawasan pengelolaan : (1) pengelolaan proyek,
(2) pengelolaan sumber, (3) pengelolaan sistem penyampaian dan (4) pengelolaan
informasi. Di dalam setiap subkategori tersebut ada seperangkat tugas yang sama
yang harus lakukan. Organisasi harus dimantapkan, personil harus diangkat dan
supervisi. dana harus direncanakan dan dipertanggungjawabkan, dan fasilitas
harus dikembangkan serta dipelihara.
1.
Pengelolaan Proyek.
Pengelolaan
proyek meliputi perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan
pengembangan. Menurut Rotliwell dan Kazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda
dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis & staf (line and
staff management). Perbedaan itu disebabkan karena:
staf
proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka pendek:
pengelola
proyek biasanya tidak mempunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat
tugas mereka yang sementara, dan
pengelola
proyek memiliki kendali dan fieksibilitas yang lebih’luas dari yang biasa
terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para
pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan. penjadwalan dan
pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis projek yang lain.
Mereka harus melakukan negosiasi. menyusun anggaran, membentuk sistem
pemantauan informasi, serta menilai kemajuan. Peran pengelolaan projek biasanya
berhubungan dengan cara mengatasi ancaman projek dan memberi saran perubahan ke
dalam.
2.
Pengelolaan Sumber.
Pengelolaan
sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan
pelayanan sumber: Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur
pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup personil, keuangan, bahan
baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup
semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan
pengembangan. Efektivtias biaya dan justifikasi belajar yang
efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
3.
Pengelolaan Sistem Penyampaian.
Pengelolaan
sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian “cara
bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan … Hal tersebut
merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam
menyajikan informasi pembelajaran kepada pebelajar” (Ellington dan Harris, 1986
: 47). Contoh pengelolaan seperti itu terdapat pada proyek belajar jarak jauh
di National Technological University dan Nova University. Pengelolaan sistem
penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan
perangkat keras/lunak dan dukungan teknis lerhadap pengguna maupun operator.
Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalahan proses seperti pedoman bagi
desainer dan instruktor atau pelatih. Dari sekian banyak parameter ini
keputusan harus diambil berdasarkan pada kesesuaian karakteristik teknologi
dengan tujuan pembelajaran. Keputusan tentang pengelolaan sistem penyampaian
ini sering tergantung pada sistem pengelolaan sumber.
4.
Pengelolaan informasi.
Pengelolaan
informasi meliputi perencanaan. pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber
untuk kegiatan belajar. Cukup banyak tumpang-tindih terjadi antara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan dan pemrosesan karena fungsi yang satu sering diperlukan
untuk melakukan fungsi yang lain. Teknologi yang dijelaskan pada kawasan
pengembangan merupakan metoda penyimpanan dan penyampaian. Penyiaran atau transfer
informasi sering terjadi melalui teknologi terpadu. “Pemrosesan adalah
pengubahan beberapa aspek informasi [melalui program komputer] … agar lebih
sesuai dengan tujuan tertentu” (Lindenmayer, 1988, hal. 317). Pengelolaan
informasi penting untuk memberikan akses dan keakraban pemakai. Pentingnya
pengelolaan informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi
kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran Pertumbuhan ilmu maupun industri
pengetahuan di luar yang saat ini dapat diakomodasikan menunjukkan bahwa hal
ini merupakan bidang yang sangat penting bagi Teknologi Pembelajaran di masa
datang. Pengelolaan system penyimpanan informasi
untuk tujuan pembelajaran tetap akan terupakan
komponen penting dari bidang Teknologi Pembelajaran.
E. Kawasan penilaian
Penilaian
ialah proses penentuan memadai tidabiya pembel-ajaran dan belajar. Penilaian
mulai dengan analisis masalah. Ini merupakan langkah awal yang penting dalam
pengembangan dan penilaian pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan
pada langkah ini.
Dalam
kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian
projek dan penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting
untuk perancang pembelajaran, seperti halnya penilaian fonnatif dan penilaian
sumatif. Menurut Worthen dan Sanders (1987):
Penilaian
merupakan penenluan nilai dari suatu barang. Dalam
pendidikan, hal itu berarti penentuan
secara formal mengenai kualitas. efektivitas atau nilai dari
suatu program, produk, proyek, proses, tujuan, atau kurikulum. Penilaian
menggunakan metoda inkuiri dan pertimbangan, termasuk : (1) penentuan standar
untuk mempertimbangkan kualitas dan menentukan apakah standar tersebut harus
bersifat relatif atau absolut; (2) pengumpulan informasi; dan (3) menerapkan
penggunaan standar untuk menentukan kualitas (h. 22-23).
Seperti
terlihat pada konsep dasar dari kata ‘penilaian’, kunci konsep tersebut
terletak pada penentuan ‘nilai’. Bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara
teiiti, akurat, dan sistematis merupakan urusan bersama antara evaluator dan
klien.
Suatu
cara yang penting untuk membedakan penilaian ialah dengan mengklasifikasikannya
menurut obyek yang sedang dinilai. Pembedaan yang lazim ialah menurut program,
proyek, dan produk bahan. Suatu komisi “The Joint Committee on Standards for
Educational Evaluation” (Komisi Gabungan Standar Penilaian Pendidikan) pada
tahun 1981 memberikan definisi untuk masing-masingjenis penilaian ini sebagai
berikut:
Penilaian
program -. evaluasi yang menaksir kegialan pendidikan yang memberikan pelayanan
secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam pern usunan kurikulum.
Sebagai conloh misalnya penilaian untuk program membaca dalam suaru wilayah
persekolahan, program pendidikan khusus dari pemerintah daerah, atau suatu
program pendidikan berkelanjutan dari suatu universitas (h. 12).
Penilaian
proyek – evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna
melnkukan suaru rugas tertentu dalam suatu kurun waklu. Sebagai conloh, suatu
lokakarya liga hari mengenai lujuan perilaku, atau suatu proyek demontrasi
pendidikan karir yang lamanya tiga tahuan. Kunci perbedaan antara program dan
proyek ialah bahwa program diharapkan berlangsung dalam waktu yang tidak
terbatas, sedangkan proyek biasanya diharapkan berjangka pendek. Proyek yang
dilembagakan dr.lam kenyataannya menjadi program (h. 12. 13).
Penilaian
bahan (produk pembelajaran) – evaluasi yang menaksir kebaikan atau manfaat isi
yang menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kiirikulum, film, pita
rekaman, dan produk pembelajaran lainnya yang dapat dipegang. (h. 13)
Dalam
kawasan penilaian terdapat empat subkawasan : (1) analisis masalah, (2)
pengukuran acuan-patokan, (3) penilaian fomiatif dan penilaian sumatif.
Masing-masing subkawasan ini akan dibalias berikut ini.
1.
Analisis Masalah.
Analisis
masalah mencakup cara penen-tuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan
strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para
evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat
program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagai-manapun baiknya anjuran
orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan
dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
Jadi,
kegiatan penilaian meliputi identifikasi kebutuhan. penentuan sejauh mana
masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan,
sumber dan karakteristik pebelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels
and Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan sebagai “jurang antara ‘apa yang
ada’ dan ‘apa yang seharusnya ada dalam pengertian hasil” (Kaufman, 1972).
Sedangkan penilaian kebutuhan adalah suatu studi yang sistematis mengenai
kebutuhan ini. Di sini perlu ada pembedaan yang tegas. Analisis kebutuhan diadakan
bukannya untuk melaksanakan penilaian yang lebih dapat dipertahankan saat
proyek berjalan, melainkan untuk perencanaan program yang lebih memadai.
2.
Pengukuran Acuan-patokan (PAP).
Pengukuran
acuan-patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar
menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan-patokan,
yang sering berupa tes, juga dapat disebut acuan-isi, acuan-tuiuan, atau
acuan-kawasan. Sebab, kriteria tentang cukup tidakma hasil belajar ditentukan
oleh seberapa jauh pebelajar telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi
tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan
yang berkaitan dengan tujuan. Keberhasilan dalam tes acuan-patokan berarti
dapat melaksanakan kemarnpuan tertentu. Biasanya ditentukan skor minimal, dan
mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor tersebut dinyatakan lulus tes.
Balas jumlah pengikut tes yang dapat lulus atau dapat mengerjakan tes dengan
baik tidak ada, karena PAP tidak membandingkan antara pengikut tes.
Pengukuran
acuan-patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat
mencapai standar yang ditentukan. Soal-soal acuan-patokan digunakan pada
seluruh proses pembelajaran untuk mengukur apakah prasyarat-prasyarat telah
dikuasai. Pengukuran acuan patokan dapat dipakai untuk menentukan apakah
tujuan utama telah dicapai (Seels dan Glasgow, 1990). Para desainer kurikulum
dan pendidik lainnya tertarik pada pengukuran acuan-patokan ini sebelum Mager
menjelaskan tujuan perilaku (Tyler, 1990). Kontributor pertama terhadap
aplikasi pengukuran acuan-patokan dalam Teknologi Pembelajaran berasal dari
gerakan pembelajaran terprogram termasuk James Popham dan Eva Baker (Baker,
1972; Popham, 1973). Kontributor berikutnya yalah Sharon Shrock dan William
Coscarelli (Shrock dan Coscarelli, 1989).
3.
Penilaian Formatif dan Sumatif.
Penildian
formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan
penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan
penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan
untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan.
Penekanan
baik untuk penilaian formatif pada tahap-tahap awal dari pengembangan produk,
maupun penilaian sumatif setelah kegiatan pembelajaran merupakan perhatian
utama dari para teknolog pembelajaran. Perbedaan kedua jenis penilaian ini
patama kali dikemukakan oleh Scriven(1967); meskipun Cambre telah menelusuri
kegiatan-kegiatan sejenis ini sampat tahun 1920an dan 1930an dalam pengembangan
pembdajaran mdalui film dan radio (Cambre, yang dikutip dalam Flagg, 1990).
Menurut
Michael Scriven (1967): Penilaian formatif dilaksanakan pada vvaktu
pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang, dsb.). Penilaian
ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap
bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator
dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan
sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Slake “Apabila
juru masak mencicipi sup, hal tersebul formatif; apabila para tamu mencicipi
sup tersebut. bal tersebut sumatif (h. 56).
Penilaian
sumatif dilaksanakan setelah selesai clan bagi kepentingan pihak luar atau para
pengambil keputusan (sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon
pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam
atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas. lebih baik evaluator luar
dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif Hendakn\a jangan
dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai basil,
bukannya proses — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif (li.
130).
Dalam
pengembangan produk, penggunaan penilaian formatif dan sumatif
khususnya penting pada berbagai tahap. Pada tahap-tahap awal pengembangan (tes
tahap alpha), banyak macam perubahan dapat terjadi, dan (usaha) penilaian
formatif dapat mempunyai jangkauan yang luas. Saat produk dikembangkan lebih
lanjut, balikan jadi lebih khusus (tes beta), dan rentang alternatif penibalian
yang iapat diterima jadi lebih terbatas. Hal ini merupakan dua buah contoh
penilaian formatif. Ketika akhimya produk dilempar ke pasaran dan dinilai oleh
pihak luar, yang bertindak memberikan “laporan konsumen”, tujuan penilaian
jelas sumatif yaitu membantu pembeli memilih suatu produk secara bijak. Pada
taliap ini. tanpa penibalian otal atas produk yang bersangkutan, revisi tidak
mungkin dapat diadakan. Jadi, dalam pengembangan suatu produk, penggunaan
peni-aian formatif dan sumatif bervariasi sesuai dengan tahap perkem-:angannya
dan bahwa rentang saran yang dapat diterima dalam suatu kurun waktu menjadi
semakin terbatas.
Metoda
yang digunakan dalam penilaian fonnatif berbeda dengan penilaian sumatif.
Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial. uji-coba dalam
kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat
informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian
sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal.
Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain
kuasi eksperimental.
Keseimbangan
antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif perlu mendapat perhatian yang
cukup dalam penilaian formatif maupun sumatif. Pengukuran kuantitatif
lazim berhubungan dengan angka-angka dan biasanya bekerja menurut gagasan
pengukuran obyektif. Pengukuran kualitatif lebih menekankan pada aspek-aspek
subyektif dan bersifat pengkajian proyek. Hasil pengukuran kualitatif biasanya
dilaporkan dalam bentuk uraian verbal.
Sumber : http://www.teknologipendidikan.info/2013/12/5-kawasan-teknologi-pendidikan-aect-1994.html
Komentar
Posting Komentar